|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024

Label Kental Manis Larang Bayi Hingga Usia 12 Bulan, BPKN Minta Perka BPOM Dikaji Ulang

 


TAJUKNEWS.COM, Jakarta. - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meninjau kembali Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan terkait Pasal yang mewajibkan produsen Kental Manis  mencantumkan pada labelnya kata-kata yang terkesan bahwa Kental Manis ini hanya dilarang untuk bayi hingga usia 12 bulan saja. Itu memberikan kesan kepada masyarakat bahwa Kental Manis itu aman dikonsumsi  bayi dengan usia 13 bulan. 

“Bunyi dari peraturan itu harus dikaji kembali. Itu kan sama artinya bahwa Kental Manis itu bisa dikonsumsi bayi yang usianya masih 13 bulan. Padahal Kental Manis tidak boleh dianggap sebagai asupan gizi untuk pertumbuhan karena bisa merusak,” ujar Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, Kamis (24/9). 

Menurut Rizal, Kental  Manis itu  merusak pertumbuhan atau gizi bayi dan anak-anak  jika dikonsumsi . “Perka BPOM itu harus ditinjau ulang. Kita akan mengadakan komunikasi dengan BPOM terkait hal itu,” katanya.

Dia menuturkan bahwa hal serupa pernah dilakukan BPKN pada tahun 2017 lalu, saat meminta agar kata susu dalam kata-kata Susu Kental Manis (SKM) dicabut. Menurut Rizal, alasannya saat itu adalah karena ada fakta dari ahli gizi dan dokter anak yang menyampaikan bahwa kandungan yang ada di dalam SKM itu lebih didominasi gula dan bukan susu.  “Kita waktu itu menyatakan cukup keras agar kata susu itu tidak digunakan lagi pada label Susu Kental Manis, dan akhirnya disepakati kata susunya dicopot,” tuturnya.  

Karenanya, Rizal juga meminta agar pelaku usaha atau produsen Kental Manis ini ikut juga mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat bahwa produk Kental Manis ini tidak boleh digunakan untuk anak-anak. 

“Pelaku usaha harus punya tanggungjawab untuk menyampaikan bahwa Kental Manis itu bukan susu tapi bahan tambahan makanan atau untuk topping makanan. Dijual tidak apa-apa, tapi positioning  produknya harus  tahu bahwa Kental Manis itu bukan susu seperti susu-susu yang lain yang dipakai untuk asupan gizi,” tukasnya. 

Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia Dr  dr. H.M. Nasser, Sp.KK , D.Law. Menurutnya, Perka BPOM yang meminta produsen Kental Manis untuk mencantumkan di label kata-kata tidak boleh digunakan untuk bayi berusia 0-12 bulan itu bisa dicurigai bahwa BPOM itu memihak kepada kepentingan pengusaha. Dia menegaskan semua pejabat di Republik ini harus memihak kepada kepentingan publik dan tidak boleh memihak kepada kepentingan pengusaha, apalagi dalam kasus Susu Kental Manis ini. 


“Jadi harus segera diubah itu Perka BPOM. Perka harus segera direvisi  dan dicabut. Tidak boleh itu. Karena kalau dibiarkan, itu sama dengan kita membiarkan adanya upaya-upaya kongkrit, sistematis, dan terencana  untuk membuat pemburukan gizi masyarakat,” ucapnya.  


Pemburukan gizi masyarakat itu menurut dokter Nasser bisa disebabkan tiga faktor. Pertama, karena adanya  ketidaktahuan masyarakat. Kedua, karena ketidakmampuan masyarakat  untuk membeli bahan-bahan berkualitas. Ketiga, karena sistem yang ada memberi kesempatan bagi produsen untuk memperdagangkannya . “Nah, faktor yang ketiga inilah yang dimanfaatkan produsen SKM ini untuk terus menyasar anak-anak sebagai konsumennya, utamanya masyarakat di pedesaan yang masih menganggap SKM ini adalah susu,” katanya. 

Padahal, dia menjelaskan bahwa bicara tentang pangan gizi tinggi maka SKM ini tidak boleh digunakan untuk anak-anak karena kandungan gulanya yang tinggi dan proteinnya yang sangat rendah. “Jadi susu di SKM  itu hanya bagian kecil sekali. Inilah yang harus kita luruskan di masyarakat bahwa untuk anak-anak SKM itu tidak bagus, itu racun,” katanya. 


Sebagai Dokter Spesialis Gizi RS. Pelni, dr. Jovita Amelia, MSc, Sp.GK menegaskan kandungan SKM yang sebagian besar gula dan proteinnya hanya sekitar 1 gram persaji itu memang tidak bisa menggantikan susu untuk anak maupun dewasa. “Kandungannya kan sebagian besar gula saja. Kalau itu diberikan ke anak yang makanan utamanya susu, tentu akan membuat anak kurang gizi. Bahkan untuk anak dengan usia dua tahun yang sudah bisa diberikan makanan keluarga saja, jika diberikan SKM ini tidak ada fungsinya sama sekali, itu sama seperti memberikan sirup ke anak,” tukasnya.


©Sonny/Tajuknews.com/tjk/09/2020.

Komentar

Berita Terkini