|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024

Pakar Pangan IPB: Paparan Matahari dan Goncangan Saat Distribusi Tak Pengaruhi Migrasi BPA di Galon Guna Ulang

 

Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Nugraha E. Suyatma, STP, DEA. Nugraha Edhi Suyatma menegaskan bahwa goncangan-gocangan yang terjadi saat pendistribusian galon guna ulang di dalam truk sama sekali tidak mempengaruhi pelepasan (migrasi) Bisfenol A (BPA) dari galonnya, Jakarta, 15/07/2022. Untuk ketahanan panasnya, galon guna ulang yang berbahan polycarbonat itu jauh lebih tahan panas dibanding galon PET. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/07/2022.

TAJUKNEWS.COM, Jakarta. - Pakar pangan, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Nugraha E. Suyatma, STP, DEA. Nugraha Edhi Suyatma menegaskan bahwa goncangan-gocangan yang terjadi saat pendistribusian galon guna ulang di dalam truk sama sekali tidak mempengaruhi pelepasan (migrasi) Bisfenol A (BPA) dari galonnya. Begitu juga saat galon guna ulang itu terpapar sinar matahari saat dalam pendistribusiannya, sama sekali tidak mempengaruhi migrasi BPA-nya.

 

 

“Untuk ketahanan panasnya, galon guna ulang yang berbahan polycarbonat itu jauh lebih tahan panas dibanding galon PET. Yang kemarin saya baca di berita-berita itu kan diberitakan bahwa jadi berbahaya karena ngangkutnya di papar matahari. Sebenarnya nggak akan ada pengaruh apa-apa itu, karena sampai suhu 80 derajat saja polikarbonat masih tahan. Tapi kalau galon PET, itu suhu 50 derajat saja sudah ganti formasinya,” ujarnya. 

 

 

Begitu juga dengan masalah goncangan yang terjadi saat pendistribusian galon guna ulang ini, Nugraha mengatakan kalau goncangan di truk itu tidak masalah sama sekali dengan migrasi BPA-nya. “Selama tidak pecah, galon polikarbonat atau galon guna ulang itu tidak masalah sama sekali,” cetusnya. 

 

 

Di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB sendiri untuk kebutuhan minum para staf dan dosennya masih menggunakan air kemasan galon air minum hingga kini. “Kami masih merasa belum ada bahaya apa-apa saat mengkonsumsinya karena memang belum ada bukti ilmiahnya air minum ini berbahaya untuk kesehatan,” katanya.  

 

Pakar Teknologi Pangan lainnya yang juga dari IPB, Dr Eko Hari Purnomo, juga menegaskan bahwa kandungan BPA yang terkandung dalam galon air minum dalam kemasan guna ulang tidak membahayakan kesehatan. Menurutnya, plastik Polikarbonat yang mengandung BPA itu digunakan untuk galon air minum hanya karena sifatnya yang keras, kaku, transparan, mudah dibentuk, dan reltif tahan panas.  “Tapi, berdasarkan data-data yang ada, penggunaan kemasan guna ulang itu tidak banyak menimbulkan resiko kesehatan, terutama dari sudut pandang BPA-nya. Apalagi untuk produk air, itu potensinya kecil sekali,” kata Eko.  

 

Itulah sebabnya menurut Eko, sulitnya ditemukan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap dampak BPA pada galon guna ulang itu, karena memang sudah terbukti aman untuk digunakan. Tapi, kata Eko, yang banyak ditemukan itu adalah penelitian-penelitian migrasi BPA dari kemasan Polikarbonat (PC) pada kemasan selain galon guna ulang. 

 

“Sehingga, menurut saya, informasi-informasi dari penelitian yang bukan dari galon guna ulang inilah yang kemudian diambil oleh orang-orang yang masih mempertanyakan bahaya BPA dalam galon guna ulang ini. Sementara, dari berbagai studi yang sudah dilakukan  menunjukkan bahwa migrasi BPA dari PC ke dalam minuman terutama air itu masih jauh di bawah batas migrasi yang diijinkan,” ucapnya. 

 

Karenanya, dia juga heran kenapa sekarang kemudian menjadi ramai dipertanyakan apakah penggunaan kemasan galon guna ulang itu bisa berdampak terhadap kesehatan, terutama melalui migrasi BPA ke dalam produk.  “Kalau kita coba cari literatur yang mencoba menggali pelepasan atau migrasi BPA dari kemasan galon guna ulang, saya melihatnya kemungkinan besar sedikit sekali atau bahkan tidak ada,” ujarnya.

 

Eko mengatakan galon guna ulang di Indonesia itu menjadi agak unik dibanding di negara-negara lain. Menurutnya, hal disebabkan di negara-negara lain utamanya negara maju sudah banyak yang menggunakan tap water yang airnya bisa langsung diminum dari keran. “Jadi, penggunaan  kemasan guna ulang di sana itu tidak terlalu masif seperti di Indonesia,” tuturnya. 

 

Hal senada juga dipertanyakan juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi. “Kita kan sebenarnya sudah terbiasa dengan model yang guna ulang untuk urusan air mineral dan air minum.  Dan sejauh ini, sudah selama puluhan tahun kita gunakan juga tidak pernah ada komplain dan masalah,” tukasnya. 

 

Dia melihat ada pihak-pihak yang mencoba melakukan brain wash dengan mengatakan bahwa produk mereka lebih higyenis, lebih aman, lebih baik digunakan. “Mereka menggunakan angle atau narasi-narasi pandemi harus lebih higyenis dan lebih baik. Tapi sebenarnya, untuk sisi air mineral selama ini pun kita juga tidak ada masalah dengan model air guna ulang yang sering kita gunakan untuk kebutuhan sehari-hari di rumah tanggaa, kantor, dan lain sebagainya,” ucap Atha.

Komentar

Berita Terkini