|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari, Bicara Perkara PMH Pengadilan Negeri Tak Memiliki Kewenangan

 

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, Jika pun Pengadilan Negeri sudah menjalankan perkara tersebut karena luput, khilaf, misalnya, maka harus diputus tidak dapat diterima, 05/03/2023. Feri menyebut aturan ini sudah ada dari tahun 2019 dan telah menjadi tradisi di Pengadilan Negeri untuk melimpahkan perkara PMH ke PTUN. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/03/2023.


TAJUKNEWS.COM, Jakarta. -Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan kewenangan Pengadilan Negeri dalam penanganan perkara perbuatan melanggar hukum (PMH) telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Pasal 10 dam Pasal 11. 

Menurut aturan tersebut, jika ada pihak yang mengajukan perkara PMH ke Pengadilan Negeri, maka perkara bakal dilimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, Pengadilan Negeri tak memiliki wewenang mengadili perkara jenis itu. 

"Jika pun Pengadilan Negeri sudah menjalankan perkara tersebut karena luput, khilaf, misalnya, maka harus diputus tidak dapat diterima," kata Feri dalam diskusi Sabtu, 4 Maret 2023. 

Feri menyebut aturan ini sudah ada dari tahun 2019 dan telah menjadi tradisi di Pengadilan Negeri untuk melimpahkan perkara PMH ke PTUN. Jika ada pemohon yang "nekat" mengajukan PMH ke Pengadilan Negeri, Feri mengatakan Pengadilan Negeri bakal menolaknya. 

"Makanya aneh, tiba-tiba khusus untuk PMH ini diajukan di PN Jakarta Pusat, kemudian dijalankan bahkan diputuskan perkaranya. Jadi, ini sudah dilanggar," kata Feri. 

Asal Usul Putusan PN Jakarta Pusat

Adapun pertimbangan majelis hakim dalam putusan-nya, yakni untuk memulihkan serta terciptanya keadaan yang adil, serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan oleh tergugat, dalam hal ini KPU, majelis hakim memerintahkan kepada KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.

Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa fakta-fakta hukum telah membuktikan terjadi kondisi error pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang disebabkan faktor kualitas alat yang digunakan atau faktor di luar prasarana.

Dengan demikian, secara otomatis, PN Jakarta Pusat pun memerintahkan untuk menunda pemilihan umum yang sebelumnya telah dijadwalkan berlangsung pada 14 Februari 2024.

Putusan ini dianggap kontroversial karena melanggar Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Selain itu, PN Jakarta Pusat juga dinilai tak memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa pemilu. 

KPU menyatakan sedang menyiapkan berkas pengajuan banding usai menerima salinan putusan PN Jakarta Pusat. Mereka menegaskan tidak ada penundaan pemilu.

Asal muasal vonis penundaan Pemilu 2024 ini berawal dari gugatan perdata yang diajukan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena tidak meloloskan partai baru tersebut dalam proses verifikasi. 

Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut, Tengku Oyong, menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi. 

Oyong kemudian menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan pada 2 Maret 2023 dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. 

Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi. Feri menganggap putusan tersebut ngawur dan tidak berkorelasi dengan tuntutan yang diajukan. 

"Kalau memang masalahnya soal verifikasi administrasi, kalau itu masalah keperdataannya perbaiki saja itu oleh putusan peradilan. Tapi, kok tiba-tiba meloncat ke masalah hukum publik, yaitu masalah tahapan penyelenggaraan pemilu jadi dari hukum privat perdata ke hukum publik, bagaimana ceritanya?" kata Feri.

@Sonny/Tajuknews.com/tjk/03/2023.


Komentar

Berita Terkini