|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
Jejak Cakap Digital & Jejak Kreasi

Sikapi Pembatasan Truk AMDK di Provinsi Jabar Awal 2026, Agus Pambagio: KDM Harus Ikuti Roadmap Kemenko Infrastruktur

 

Pengamat kebijakan publik dan pakar transportasi, Agus Pambagio mengatakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi alias KDM harus mengikuti roadmap yang disusun Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK), Pemerintah saat ini tengah menggodok Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) Penguatan Logistik Nasional yang di dalamnya termasuk mengatur soal pelaksanaan zero ODOL. Jakarta, 01/12/2025. Agus Pambagio mengatakan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan KDM itu tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali sehingga bisa diabaikan. “Jadi, kalau ada tindakan yang dilakukan terkait SE itu, industri AMDK bia mengadukan KDM ke pengadilan. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/12/2025.


TAJUKNEWS.COM/ Jakarta. - Pengamat kebijakan publik dan pakar transportasi, Agus Pambagio mengatakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi alias KDM harus mengikuti roadmap yang disusun Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) yang sudah menetapkan kebijakan bebas kendaraan Over Dimension Overloading (ODOL) alias zero ODOL pada 2027.

 

“KDM harus mengikuti peraturan Menko Infrastruktur karena itu roadmap,” ujarnya.

 

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan implementasi kebijakan zero ODOL ditargetkan dimulai pada Januari 2027, yang merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan konektivitas antardaerah. 

 

Pemerintah saat ini tengah menggodok Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) Penguatan Logistik Nasional yang di dalamnya termasuk mengatur soal pelaksanaan zero ODOL. Dalam hal ini, Kemenko Perekonomian bertanggungjawab untuk mengawal penyusunan regulasinya dan Kemenko IPK membantu terkait ODOL.


Terkait implementasi zero ODOL, Kemenko IPK telah mengusulkan 9 Rencana Aksi Nasional (RAN) dalam RPerpres tentang Penguatan Logistik Nasional. Di antaranya, integrasi pendataan angkutan barang menggunakan sistem elektronik; pengawasan, pencatatan, penindakan dan penghapusan pungli di sektor transportasi darat; penetapan dan pengaturan kelas jalan provinsi dan kabupaten/kota; peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang; pemberian insentif dan disinsentif; kajian pengukuran dampak penerapan zero ODOL; penguatan aspek ketenagakerjaan; delegasi dan harmonisasi peraturan; dan kelembagaan. Saat ini ke 9 RAN ini masih terus dilakukan sinkronisasi dan kerjasama semua pihak.

 

Seperti diketahui, KDM mengeluarkan Surat Edarannya Nomor 151/PM.06/PEREK tentang Pengaturan Operasional Kendaraan Angkutan Barang Muatan AMDK yang Beroperasi di Wilayah Jabar pada 23 Oktober 2025 lalu. Dalam SE-nya itu, KDM hanya mengizinkan industri AMDK menggunakan kendaraan angkutan barang dengan lebar maksimal kendaraan 2.100 mm, Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) maksimal 8 ton, dan Muatan Sumbu Terberat (MST) 8 ton di wilayah Provinsi Jabar. Terkait  kebijakan perubahan truk ini sangat memberatkan, karena pengusaha hanya diberi waktu dua bulan saja alias mulai berlaku di 2 Januari 2026

 

KDM beralasan terdapat permasalahan terkait operasional kendaraan angkutan muatan AMDK yang masih melakukan pengangkutan muatan melebihi kapasitas muat kendaraan (overload), sehingga menyebabkan kemacetan, polusi, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu, menurutnya, kondisi kelebihan muatan ini dapat mengurangi kestabilan kendaraan, dan meningkatkan risiko kecelakaan bagi awak kendaraan serta pengguna jalan lain.

 

Namun, Agus Pambagio mengatakan Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan KDM itu tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali sehingga bisa diabaikan. “Jadi, kalau ada tindakan yang dilakukan terkait SE itu, industri AMDK bia mengadukan KDM ke pengadilan,” katanya.

 

Dia menjelaskan dalam UU 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa SE itu bukan produk hukum atau peraturan yang berkekuatan hukum. “SE itu untuk mengatur internal bukan eksternal ke publik. Jadi, nggak akan jalan kalau diberlakukan ke publik,” ucapnya.

 

Sebelumnya, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, juga menegaskan bahwa SE itu tidak termasuk dalam hierarki perundang-undangan. “Yang namanya Surat Edaran itu kan tidak termasuk dalam hierarki perundang-undangan. Jadi nggak ada alat paksanya kalau SE itu,” tukasnya.

 

Dia mengatakan SE itu hanya sekadar himbauan saja dan hanya merupakan surat biasa. “Itu kan hanya sekadar himbauan saja. Jadi SE itu tidak bisa dipaksakan. Wong namanya SE bagaimana mau dipaksakan,” katanya.


@Sonny/Tajuknews.com/tjk/12/2025.

#kdm #AHY #ZeroODOL #DediMulyadi #PakarTransportasi #AgusPambagio

Komentar

Berita Terkini