TAJUKNEWS.COM, Jakarta - Dosen
ilmu komunikasi, Satrio Arismunandar, mengkritisi survei dan rekomendasi yang
dibuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap produk air minum
dalam kemasan (AMDK) yang tidak berdasarkan metode penelitian ilmiah, tapi
lebih pada asumsi, dugaan, kecurigaan, prasangka, ataupun “misi” tertentu.
Menurutnya, sebagai lembaga perlindungan konsumen yang sudah memiliki nama,
YLKI seharusnya tidak melakukan survei yang tujuannya diduga untuk kampanye
menolak produk tertentu.
“Jika survei yang dilakukan cuma basa-basi
biar dianggap ilmiah dan tidak nyambung dengan materi atau substansi yang
diteliti, ini bisa berdampak negatif dan merugikan banyak pihak termasuk
masyarakat. Terutama, jika argumen yang dibangun lemah dan rekomendasi yang
diajukan juga terkesan dipaksakan dan mengada-ada,” ujar pendiri Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) ini dalam tulisannya di Kompasiana.
Salah satu yang menjadi sorotan Satrio dari
survei YLKI itu adalah soal objek yang disurvei. Dikatakannya, populasi survei
post market adalah toko yang menjual AMDK galon, meliputi supermarket,
minimarket, agen, dan warung. “Seharusnya, populasi penelitian survei konsumen
adalah seluruh konsumen yang pernah atau berlangganan dalam pengkonsumsian AMDK
dan bukan toko penjualnya,” ucapnya.
Satrio melihat ada beberapa kerancuan dan
kelemahan dalam penelitian yang dilakukan YLKI. Menurutnya, survei YLKI
dilakukan hanya untuk membuat opini negatif terhadap AMDK galon guna ulang. “Opini
seperti ini tidak bisa dijadikan dasar untuk membuat kesimpulan tentang sesuatu
fakta yang harus diukur dengan alat atau instrumen yang tepat, yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” tukasnya.
Selain itu,
menurutnya, survei yang dilakukan YLKI yang menyimpulkan bahwa AMDK galon guna ulang yang terpapar sinar
matahari akan menimbulkan migrasi zat BPA ke air minumnya, itu tidak bersifat
objektif. “Kesimpulan seperti itu kan
harus diukur dengan alat tertentu, dan bukan sekadar opini. Bahkan, untuk
mengukur keterpaparan sinar matahari pun juga perlu ketersediaan alat ukur dan
penguasaan teknis tersendiri, yang masyarakat awam tidak paham dan tidak bisa
melakukannya. Ini harus dilakukan oleh orang yang ahli atau profesional di
bidangnya,” katanya.
Selain itu, kata
Satrio, dalam penelitian ilmiah harus ada batasan yang jelas untuk pengertian
terpapar sinar matahari. “Apalagi jika mau mengklaimnya hingga ke tahap yang
berisiko pada kesehatan konsumen,” ucapnya.
Dia mencontohkan
seperti apakah terpapar matahari pada pukul 6.30 pagi bisa disamakan dengan
terpapar matahari pukul 12.00, berapa lama AMDK galon guna ulang harus terpapar
sinar matahari dan berapa sebetulnya suhu maksimal yang bisa terjadi sehingga
bisa dikategorikan berisiko bagi kesehatan konsumen.
“Hal-hal semacam
ini lazim dalam penelitian ilmiah, tetapi tidak tercakup dalam survei YLKI itu.
Jadi, survei yang dilakukan YLKI ini sebenarnya cuma embel-embel atau
basa-basi. Karenanya, survei itu tidak bisa dijadikan landasan untuk membuat kesimpulan
ataupun rekomendasi,” tukasnya.
Galon Polikarbonat
Tahan Panas
Sebelumnya,
Pakar Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Eko Hari
Purnomo, dan Ivan Hadinata Rimbualam
dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) menegaskan bahwa plastik polikarbonat (PC) relatif tahan panas. Titik leleh plastik jenis ini berada di
kisaran 265 – 267 derajat celcius.
Eko menyampaikan
plastik jenis PC yang mengandung
Bisfenol A (BPA) itu digunakan untuk galon air minum salah satunya karena sifat
tahan panasnya itu. Selain itu, plastik
PC juga keras, kaku, transparan, dan mudah dibentuk. Dia mengatakan kandungan BPA yang terkandung dalam galon air
minum dalam kemasan guna ulang ini juga
sudah dijamin tidak membahayakan kesehatan karena sudah memiliki ijin edar dari
BPOM.
Selain itu, kata
Eko, kecil kemungkinan ada migrasi atau
perpindahan BPA dari kemasan galon ke dalam airnya mengingat BPA itu tidak
larut dalam air. “BPA ini hanya larut dalam pelarut organik seperti alkohol,
eter, ester, keton, dan sebagainya,” tukasnya.
Hal senada juga
disampaikan Ivan Hadinata Rimbualam dari Teknik Kimia ITB yang juga spesialis
supplay chain di Perusahaan FMCG Multinasional.
Dalam blognya dia menulis polikarbonat adalah suatu kelompok polimer
termoplastik yang mudah dibentuk dengan menggunakan panas. Plastik ini memiliki
banyak keunggulan, yaitu ketahanan termal dibandingkan dengan plastik jenis
lain, tahan terhadap benturan, dan sangat bening. “Plastik polikarbonat lebih kuat dan dapat
digunakan pada suhu tinggi,” ujarnya.
Mengenai BPA
yang menjadi monomer pembuat plastik PC, dia mengatakan berbagai penelitian
telah dilakukan untuk mengamati potensi migrasi BPA dari produk-produk
polikarbonat ke dalam makanan dan minuman. “Studi-studi ini telah secara
konsisten menunjukkan bahwa potensi migrasi BPA ke dalam makanan dan minuman
sangat kecil, rata-rata lebih rendah dari 5 ppb dalam kondisi ruang,” tuturnya.
Hasil berbagai
penelitian telah membuktikan bahwa
polikarbonat adalah plastik yang ringan dan aman untuk digunakan sebagai bahan
produk-produk secara luas. Produk-produk tersebut meliputi termasuk peralatan
rumah dan dapur yang melibatkan kontak langsung dengan makanan dan minuman.
Contohnya wadah-wadah penampung makanan dan minuman seperti botol minuman,
botol bayi, dan tableware.
Penelitian The
Japanese National Institute of Health Sciences (Kawamura et al, 1998) melakukan
studi sensitif terhadap botol-botol bayi. Karena senyawa yang digunakan dalam
prosedur analitik adalah campuran 20% etanol, 4% asam asetat dan heptan, limit
pendeteksian BPA ditetapkan 0,5 ppb. Uji dilakukan selama 30 menit pada
temperatur 95oC dan dilanjutkan dengan 24 jam pada temperatur kamar. Hasil
menunjukkan migrasi BPA lebih kecil dari 1 ppb dan tidak ada BPA yang terdeteksi
pada limit deteksi 0,5 ppb. Pengecualian hanya terjadi pada botol baru yang
belum dicuci. Jumlah BPA yang termigrasi 3,9 ppb. Setelah pencucian, migrasi
BPA turun hingga limit deteksi.
Penelitian yang
sama dilakukan oleh United Kingdom’s Department of Trade and Industry (DTI)
(Earls et al, 2000). Studi tersebut mengamati 21 botol bayi baru yang dibeli
dari berbagai macam merk. Botol-botol tersebut dicuci dan disterilisasi, diisi
dengan air mendidih atau 3% larutan asam asetat, kemudian dimasukkan ke dalam
kukas selama 24 jam pada temperatur 15oC. Setelah itu, botol-botol dihangatkan
dan dianalisis menggunakan metode dengan limit deteksi 10 ppb dan tidak ada BPA
yang terdeteksi pada 21 isi botol-botol tersebut.
Dalam studi US
FDA, air dari beberapa botol polikarbonat dianalisis dengan limit deteksi 0,05
ppb. Air tersebut disimpan selama 39 minggu. BPA hanya terdeteksi pada level
yang sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,1 sampai 4,7 ppb. Botol-botol
tersebut dinyatakan aman karena migrasi BPA yang kecil. Jumlah BPA yang
termigrasi mencapai 4,7 ppb dikarenakan waktu penyimpanan air-air tersebut
sangat lama, yaitu 39 minggu. “Dengan demikian, penggunaan botol-botol yang
terbuat dari plastik polikarbonat yang pendek tidak berbahaya,” ungkap Ivan.
NIHS Jepang juga
telah melakukan studi evaluasi untuk beberapa mug dan mangkok. Sama seperti
penelitian terhadap botol bayi, senyawa yang digunakan untuk menganalisis
adalah air dan 20% etanol dengan limit deteksi 0,5 ppb. Hasilnya adalah tidak
ada BPA yang terdeteksi setelah 3 dari 5 produk dikontakkan dengan air selama
30 menit pada temperatur 95oC dan dengan 20% etanol selama 30 menit pada
temperatur 60oC. Migrasi BPA terdeteksi pada dua produk lainnya, tapi tetap
pada jumlah di bawah 5 ppb.
“Dengan adanya
bukti-bukti tersebut, polikarbonat memiliki tingkat migrasi yang rendah ke
dalam makanan dan minuman. Oleh karena itu, aplikasi polikarbonat sangat luas
dalam produksi peralatan rumah dan dapur karena keamanannya. Banyak sekali
produk-produk plastik yang terbuat dari polikarbonat telah digunakan dalam
kehidupan sehari-hari,” katanya.
Beberapa jenis
polikarbonat digunakan dalam aplikasi medis karena aman dipanaskan pada
temperatur 120 oC, di mana temperatur tersebut berguna untuk mensterilkan
peralatan medis.
Marfun, staf
dari perusahaan produsen kemasan plastik juga
mengutarakan kalau mau dilihat dari sisi plastiknya sendiri, PC itu
untuk meleleh butuh suhu di atas 200 derajat atau sekitar 230 derajat. Makanya,
kata Marfun, galon PC ini masih bisa disterilkan sampai suhu sekitar 60 derajat
untuk mematikan kuman sebelum digunakan kembali.
Soal galon PC
yang dipertanyakan sering diletakkan para penjualnya di tempat yang terkena
matahari, menurutnya itu tidak sampai membuat migrasi BPA menjadi lebih banyak.
Itu sangat kecil sekali atau bahkan tidak membuat BPA-nya bermigrasi sama
sekali.
“Kalau bicara
BPA berbahaya, semua juga tahu itu. Cuma kan ada batas toleransinya. Kalau
begitu, ya jangan pakai plastik lah semua, karena semua plastik kan berbahaya,”
ucapnya.
@Sonny/Tajuknews.com/tjk/03/2022.