|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024

Zero Odol Siap diTerapkan 2023, Namun Komisi V DPR RI Layak diPertimbangkan

Komisi V sudah berkali-kali melakukan rapat dengan Kementerian Perhubungan terutama dengan Dirjen Perhubungan Darat untuk membahas tentang Zero ODOL ini. Jakarta, 21/12/2022. Tampaknya mereka sudah dengan tekad yang bulat untuk menyelenggarakannya mulai dari awal tahun 2023. Tapi, kalau kita lihat bagaimana kesiapannya dan bagaimana menghadapi dan mengantisipasi dampak resiko dari Zero ODOL ini. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/12/2022.


TAJUKNEWS.COM, Jakarta. - Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Gerindra, Sudewo, meminta Kementerian Perhubungan agar tidak seenaknya dalam menjalankan kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) pada awal tahun 2023 mendatang. Menurutnya, perlu kehati-hatian dalam menjalankannya mengingat masih banyaknya dampak yang akan muncul saat kebijakan itu diterapkan. 

 

“Sebenarnya Komisi V sudah berkali-kali melakukan rapat dengan Kementerian Perhubungan terutama dengan Dirjen Perhubungan Darat untuk membahas tentang Zero ODOL ini. Tampaknya mereka sudah dengan tekad yang bulat untuk menyelenggarakannya mulai dari awal tahun 2023. Tapi, kalau kita lihat bagaimana kesiapannya dan bagaimana menghadapi dan mengantisipasi dampak resiko dari Zero ODOL ini, pemerintah nampaknya belum siap,” ujarnya dalam sebuah webinar baru-baru ini. 

 

Dia mengatakan setuju sekali bahwa kendaraan ODOL berdampak terhadap berbagai hal, misalnya terjadinya kerusakan jalan, serta menjadi faktor penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas. Tetapi bila ditertibkan secara sporadis, maka harus ada perhitungan dampak dan resiko secara menyeluruh terhadap perekonomian. “Namun, sayang sekali Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Perindustrian tidak melakukan survei yang mendetail terhadap apa yang kiranya terjadi apabila Zero ODOL ini dilaksanakan,” tukasnya.

 

Dia melihat Kementerian Perindustrian lebih maju karena bisa menyajikan data kemungkinan terjadinya inflasi sebesar 1,2 % sampai 1,5%. Meskipun menurutnya survei ini pun belum begitu detail. Sedangkan Kementerian Perhubungan, tampaknya belum melakukan survei mendetail dampak Zero ODOL ini bila diterapkan di 2023. 

 

“Saya, sependapat sekali dengan beberapa pakar bahwa dengan dilaksanakannya Zero ODOL, kita harus menghitung ulang berapa ongkos transportasi, berapa ongkos logistik yang harus kita keluarkan dan itu menjadi penting untuk mengambil kebijakan,” ucapnya. 

 

Hal lain yang juga harus dilihat menurut Sudewo adalah berapa kendaraan yang bertambah serta kapasitas jalan yang ada sekarang ini. Kemudian, apakah bila Zero ODOL diberlakukan, jalan yang sudah eksisting apakah itu jalan nasional, jalan provinsi atau jalan kabupaten, dengan bertambahnya jumlah kendaraan nanti, kapasitas jalan eksisting ini memadai atau tidak. 

 

“Kalau tidak, ini juga akan menimbulkan persoalan baru yang akan memaksa pemerintah untuk memperlebar jalan dengan konstruksi yang sesuai dengan spesifikasi angkutan barang. Itu kan biayanya tidak murah untuk menambah lebar jalan. Ini memaksa untuk menambah pengeluaran APBN kita, sementara pos APBN kita tidak begitu bagus saat ini,” cetusnya. 

 

Hal lainnya yang perlu dihitung adalah ongkos transportasi distribusi barang itu menjadi berapa jika Zero ODOL ini diterapkan.  Dia mencontohkan misalkan ongkos dari Jakarta ke Semarang dengan angkutan yang sekarang ini senilai Rp 10 juta, dan saat Zero ODOL pasti akan ada kenaikan senilai Rp 3 juta. “Pemerintah sudah melihat hal semacam itu belum? Dan apakah juga sudah dilihat dengan adanya kenaikan tarif itu, daya beli masyarakat akan seperti apa. Apalagi Kementerian Perindustrian sudah mengatakan ini akan berkontribusi terhadap inflasi sebesar 1,2 sampai 1,5 persen,” ungkapnya.

 

Karenanya, dia berharap sebelum menerapkan kebijakan Zero ODOL, Kementerian Perhubungan melakukan survei secara detail. “Jangan sampai dengan niat baik ini, penegakan hukum mengurangi resiko kemacetan lalu lintas, mengurangi resiko kerusakan jalan, tetapi dampak yang ditimbulkan justru malah lebih besar daripada yang sekarang ini berjalan atau dampak yang sekarang ini dirasakan,” ujarnya. 

 

“Jangan sampai terjadi justru kenaikan harga barang dan komoditi dan itu terjadi dalam waktu yang cukup lama, dan disitulah terjadi inflasi. Jika itu terjadi, malah akan menjadi PR (pekerjaan rumah) berat lagi yang dirasakan masyarakat. Ini menjadi persoalan yang jauh lebih besar dan lebih berat yang akan dihadapi oleh pemerintah daripada kondisi eksisting sekarang ini. Maka, saya meminta kepada pemerintah agar penerapan Zero ODOL di awal tahun 2023 ini layak untuk dipertimbangkan kembali atau kalau bisa ditunda hingga pemerintah sudah benar-benar siap untuk mengantisipasi terjadinya resiko dampak dari Zero ODOL itu,” tambahnya.

 

Sudewo mengingatkan kepada semua stakeholder untuk berhati-hati. “Cara berpikir saya sebagai anggota DPR RI adalah bagaimana pemerintah bisa menegakkan aturan, bagaimana masyarakat secara umum itu juga tidak dirugikan, bagaimana pelaku usaha juga tidak dirugikan tapi juga bagaimana pelaku usaha ada upaya untuk melakukan ketaatan hukum,” katanya.  

 

Sebelumnya rencana penerapan Zero ODOL Januari 2023 ini juga mendapat penolakan dari kalangan industri yang akan terdampak langsung dengan kebijakan ini seperti industri logistik, keramik, semen, kelapa sawit, pupuk, besi baja, pengusaha sembako serta makanan dan minuman. Penolakan juga datang dari pengusaha truk dan supir truk yang tidak sedikit merupakan pengusaha UMKM yang mengantar sembako dari sentra sentra produksi.


@Sonny/Tajuknews.com/tjk/12/2022.

Komentar

Berita Terkini