|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
Jejak Cakap Digital & Jejak Kreasi

Tak Kuasa Hadapi Gubernur Koster, Nasib Produsen AMDK di Bali Terancam Gulung Tikar

 

PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, anak perusahaan PDAM Buleleng, yang memproduksi AMDK “Yeh Buleleng” adalah satu satu perusahaan AMDK yang merasakan dampak dari kebijakan pelarangan tersebut. Denpasar, 18/06/2025. Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi yang juga perintis usaha ini, Nyoman Arta Widnyana mengatakan tidak mudah bagi perusahaan untuk mengubah produk yang pangsa pasarnya sudah banyak di masyarakat. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/06/2025.


TAJUKNEWS.COM/ Denpasar. - Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Wayan Koster yang salah satu poinnya terkait pelarangan produsen memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah satu liter membuat resah para pelaku usaha di Bali. Mereka mengaku bingung memikirkan nasib usahanya yang kemungkinan akan mengalami kebangkrutan jika SE tersebut tetap dijalankan.   


PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, anak perusahaan PDAM Buleleng, yang memproduksi AMDK “Yeh Buleleng” adalah satu satu perusahaan AMDK yang merasakan dampak dari kebijakan pelarangan tersebut. Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi yang juga perintis usaha ini, Nyoman Arta Widnyana mengatakan tidak mudah bagi perusahaan untuk mengubah produk yang pangsa pasarnya sudah banyak di masyarakat. “Apalagi perusahan kami itu hampir 70 persen produknya adalah AMDK botol dan cup. Pokoknya drop sekali saya dengan adanya kebijakan seperti ini,” ujarnya.


Dia mengaku memang para produsen AMDK pernah diundang Gubernur Koster beberapa kali untuk membicarakan terkait SE pelarangan ini. Tapi, lanjutnya, para produsen tidak bisa berbuat apa-apa saat itu mengingat sikap Gubernur Koster yang tetap ngotot melarang pengusaha untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter. “Para produsen AMDK nggak bisa apa-apa, orang gubernur begitu. Gubernurnya ngotot. Kita kemarin semua dibuat bungkam sama dia,” tuturnya.


Dia juga merasa heran kenapa permasalahan sampah di Bali ini hanya menyoroti sampah dari kemasan AMDK saja. Padahal, menurutnya, sampah kemasan AMDK itu hanya menyumbangkan 4,5% saja dari total sampah yang ada di Bali. “Bingung saja, kok kita dijadikan kambing hitam dari permasalahan sampah di Bali ini,” katanya.


Dengan adanya pelarangan ini, menurut dia, perusahaan sudah pasti akan mengalami penurunan omzet yang sangat drastis. “Tidak hanya kami, semua usaha AMDK juga pasti akan mengalami nasib serupa. Ini kan bisa mengganggu perekonomian nasional juga,” ucapnya.


Menurutnya, dengan penuruan omzet yang sangat besar, tidak tertutup kemungkinan juga akan berdampak kepada para karyawan di perusahaan yang saat ini jumlahnya ada 54 orang. Itu belum termasuk distributor dan warung-warung yang menjadi rekanan perusahaan. “Kita akan tetap berusaha. Tapi, untuk mengubah pangsa pasar dari cup dan botol ke kemasan satu liter itu kan tidak mudah, butuh waktu lama untuk menggarap pasarnya. Sementara, karyawan harus dibayar setiap bulannya. Bisa bertahan saja sudah syukur. Apalagi di tengah persaingan ketat di industri AMDK saat ini, ditambah lagi kondisi ekonomi perekonomian yang belum membaik saat in,” tukasnya.


Karenanya, dia berharap Kementerian Perindustrian yang menjadi “induk semang” bagi industri AMDK bisa membantu mereka mengatasi masalah yang disebabkan adanya kebijakan Gubernur Bali yang melarang produsen untuk memproduksi AMDK di bawah satu liter. “Pemerintah kan ingin mendorong ada pertumbuhan sebesar 8 persen. Tapi, kalau begini kan, mana ada pertumbuhan dari AMDK nantinya,” ujarnya.


Hal senada juga disampaikan Hernawan, pemilik AMDK “Amiro”. Dia mengatakan sangat mendukung tujuan dari kebijakan Gubernur Koster ini. “Tapi, di implementasinya kan seharusnya nggak harus bunuh industri yang justru ikut berkontribusi bagi perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di Bali,” cetusnya.


Dia menuturkan perusahaannya ini memproduksi 95 persen AMDK jenis cup. Menurutnya, perusahaan memiliki alasan kenapa lebih besar memproduksi AMDK cup ini. “Kita ini kan perusahaan kecil. Kita kan sebelum usaha pasti lihat dulu segmen pasarnya yang bisa kita masuki. Nah, pada saat itu, pertimbangannya ya cup yang berpeluang. Karena, kalau kita main di botol sudah ada raksasanya. Begitu juga kalau kita pilih galon juga sudah ada raksasanya,” tuturnya.


“Jadi, jika kita dilarang memproduksi AMDK cup, ya bisa dipastikan kita bisa bangkrut nanti. Karena, 90 persen pangsa pasar kita ya itu yang sekarang dilarang. Jika itu dilarang, karyawan kita yang saat ini lebih dari 34 orang bisa-bisa menganggur semua,” katanya.


Dia mengatakan tidak mudah untuk mencari segmen pasar jika harus beralih ke produk satu liter. Apalagi, menurutnya, di tengah persaingan bisnis AMDK yang sangat ketat saat ini. “Untuk berubah kan butuh sumber daya juga. Kalau mendadak begini kan berat buat kita Implikasinya jelas, sudah nggak prospek lagi, karyawan juga kena imbas. Kita semua shock, termasuk para agen dan semua outlet kita, semua kena dampaknya,” tandasnya.


Apalagi, menurutnya, perusahaan lagi membangun gudang baru karena adanya permintaan yang semakin banyak. “Kita tadinya mau menambah tenaga kerja lebih banyak, tetapi tiba-tiba SE keluar bulan April. Itu membuat saya jadi syok, karena pembangunan gudang saya terpaksa berhenti semua karena saya tidak berani lanjutkan,” tukasnya.


Dia juga sangat berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perindustrian bisa membantu mereka dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi industri AMDK di Bali saat ini. “Harapan kami sebenarnya hanya di pemerintah pusat saja sekarang yang lebih tinggi dari provinsi. Harapan kami ada di tangan Kementerian Perindustrian,” tegasnya.  


Pemilik produsen AMDK “Prabu Gunung”, Happy, juga mengeluhkan SE Gubernur Koster ini. Apalagi, menurutnya, perusahaan yang memiliki 16 karyawan itu hanya memproduksi AMDK jenis cup saja. “Jelas saya bingung mau bagaimana. Yang tadinya saya mau naikkan gaji para karyawan, sekarang nggak jadi. Omzet juga pasti turun jauh sekali dari target,” ungkapnya.


Dia juga berharap Kementerian Perindustrian bisa membantu mereka untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan keberadaan SE Gubernur Bali ini.


Perusahaan AMDK lainnya, PT Dewa Tirta Perkasa juga merasakan kondisi serupa. Adelia, salah satu manajemen perusahaan, mengatakan adanya kebingungan dari pemilik perusahaan terhadap SE Gubernur Bali ini. Apalagi, menurutnya, produksi perusahaan hanya jenis cup dan galon saja. “SE Gubernur Bali ini jelas akan berdampak terhadap perusahaaan dan 20 karyawan yang bekerja,” ucapnya.


Karenanya, dia juga berharap pemerintah pusat yang dalam hal ini Kementerian Perindustrian bisa membicarakan permasalahan yang dihadapi industri AMDK ini dengan Gubernur Bali. “Saya berharap SE Gubernur Bali yang melarang produk-produk AMDK di bawah satu liter ini bisa dipertimbangkan kembali,” katanya.


@Sonny/Tajuknews.com/tjk/06/2025.

Komentar

Berita Terkini