|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024

Kementerian Koperasi dan UKM Minta Kebijakan Pelabelan BPA Tidak Untungkan Pengusaha Tertentu

 

Luhur Pradjarto, selaku Staf ahli Kementerian Koperasi dan UKM RI, meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak mengeluarkan kebijakan untuk menguntungkan pengusaha tertentu saja seperti halnya pelabelan “berpotensi mengandung BPA” yang hanya diterapkan untuk kemasan air minum galon berbahan polikarbonat, Jakarta. 02/11/2022. Kementerian Koperasi dan UKM harus  mengayomi dan melindungi para pengusaha UMKM dari kebijakan-kebijakan yang bisa menghambat keberlangsungan usaha. “Tapi, itu juga harus yang sesuai prosedur. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/11/2022.

TAJUKNEWS.COM, Jakarta - Staf ahli Kementerian Koperasi dan UKM RI, Luhur Pradjarto, meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak mengeluarkan kebijakan untuk menguntungkan pengusaha tertentu saja seperti halnya pelabelan “berpotensi mengandung BPA” yang hanya diterapkan untuk kemasan air minum galon berbahan polikarbonat. Menurutnya, kebijakan itu harus ditujukan untuk kepentingan bersama, baik semua perusahaan maupun masyarakat. 


“Kebijakan itu harus ditujukan untuk kepentingan bersama bukan untuk sekelompok tertentu saja. Ini ada kepentingan perusahaan dan kepentingan kepada masyarakatnya,” ujar Luhur di acara meeting online mengupas “Dampak Rencana Pelabelan BPA pada Galon Polikarbonat terhadap UMKM, Depot Air Isi Ulang dan AMDK” yang diselenggarakan Yaksindo baru-baru ini


Menurutnya, Kementerian Koperasi dan UKM harus  mengayomi dan melindungi para pengusaha UMKM dari kebijakan-kebijakan yang bisa menghambat keberlangsungan usaha. “Tapi, itu juga harus yang sesuai prosedur,” tukasnya. 


Dia menyampaikan terima kasihnya atas adanya acara ini, karena baru tahu bahwa ternyata ada potensi nuansa persaingan usaha dalam kebijakan pelabelan BPA ini. “Saya berterima kasih bisa diundang di acara ini, sehingga tahu adanya hal-hal seperti ini (adanya nuansa persaingan usaha). Karenanya,  saya akan sampaikan nanti ke pimpinan bahwa sebenarnya rekan-rekan UMKM menolak aturan pelabelan BPA ini karena mengganggap ada diskriminasi dalam kebijakan ini. Kita ingin ada ketentuan yang bijaksana, jangan hanya memenangkan sekelompok tertentu saja,” tukasnya. 


Luhur sendiri mengaku belum pernah mendengar sama sekali ada laporan masyarakat meninggal atau terkena penyakit berbahaya hanya karena mengkonsumsi air minum galon guna ulang.  “Saya juga belum ada laporan. Saya juga belum pernah baca itu laporan dari masyarakat meninggal gara-gara minum air galon guna ulang. Itu betul, saya secara pribadi belum pernah mendengar itu,” ucapnya. 

Karenanya, dia juga mengajak para pelaku usaha air minum untuk terus mencermati kebijakan pelabelan BPA ini dengan bijak.  Menurutnya, ada potensi yang luar biasa yang harus diperjuangkan, di mana perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) memiliki pangsa pasar yang cukup besar dari kelompok industri minuman ringan, dengan market share mencapai 85 persen. Jumlah industri AMDK lebih dari 500 perusahaan, di mana 90 persennya merupakan industri kecil dan menengah (IKM).


“Kalau Asdamindo (Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum) dan Aspadin (Asosiasi Pengusaha Air Minum Dalam Kemasan) bersatu mempunyai kekuatan besar, saya kira ini potensi yang luar biasa yang harus diperjuangkan ,” katanya.


Jadi prinsipnya, kata Luhur, Kementerian Koperasi dan UKM ingin agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan itu jangan hanya sepihak, tapi untuk semua pihak. “Kami harapkan Aspadin dan Asdamindo harus kompak supaya satu suara. Kalau tidak, saya khawatir yang bermain di tengah akan tepuk tangan,” ujarnya.

Sekjen Asdamindo, M. Imam Machfudi Noor, di acara yang sama menegaskan bahwa wacana pelabelan BPA ini jelas sangat berdampak terhadap usaha depot air minum isi ulang.  “Tentu kami merasakan dampaknya, karena konsumen air minum isi ulang selama ini kan menggunakan galon guna ulang saat membeli air di depot-depot kami. Kalau galon ini dihilangkan, apa konsumen mau beli pakai ember, kan nggak mungkin. Galon sekali pakai juga kan tidak bisa digunakan berulang,” ucapnya. 


Dia mengatakan akan banyak usaha depot air minum isi ulang yang bangkrut akibat kebijakan pelabelan BPA ini. Apalagi, menurut Luhur, anggota Asdamindo masih banyak yang tergolong usaha sangat kecil yang pangsa pasarnya hanya 200-300 rumah. 


“Tapi, sudah puluhan tahun beroperasi, Asdamindo belum pernah mendengar adanya laporan dari para anggota bahwa konsumen mereka ada yang sakit karena telah mengkonsumsi air minum isi ulang. Padahal wadah yang digunakan juga galon guna ulang,” ungkapnya. 


Sementara, Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat mengatakan keberatan dengan pelabelan BPA ini karena menganggap kebijakan itu bersifat diskriminatif. “Kami melihat kebijakan ini sangat diskriminatif karena hanya diberlakukan terhadap produk kemasan galon polikarbonat saja. Padahal, kemasan galon sekali pakai juga ada zat berbahayanya seperti asetaldehid, antimon, dan etilen glikolnya. Tapi kenapa galon ini tidak dilabeli juga seperti halnya galon guna ulang? Kami hanya menuntut rasa keadilan dan kesetaraan dalam hal ini,” katanya.  


Pengamat regulasi persampahan, Asrul Hoesein, bahkan mempertanyakan keberadaan produk galon sekali pakai yang jelas-jelas akan semakin menambah timbunan sampah bagi lingkungan. Dia pun mengendus adanya kedekatan pemilik produk ini dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Nah, karena kedekatannya itu, dia (pemilik galon sekali pakai) mengambil satu tarikan untuk mengambil tembakan persaingan bisnis,” tuturnya.


Dia mengherankan KLHK dengan aturan yang dibuat. Di satu sisi KLHK melarang plastik sekali pakai, tapi justru adanya pembiaran terhadap salah satu produsen untuk memproduksi galon sekali pakai. “Ini kan sangat membingungkan kita,” katanya.


@Sonny/Tajuknews.com/tjk/11/2022.

Komentar

Berita Terkini