TAJUKNEWS.COM/ DENPASAR. -- Diabetes Melitus masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Penderita penyakit tersebut kini tidak lagi menyasar warga lansia tetapi merambah ke usia produktif bahkan remaja. Belakangan, terjadi peningkatan angka penderita diabetes di Bali.
Data Dinas Kesehatan (dinkes) Bali menyebutkan bahwa peningkatan itu terjadi dalam 2 tahun terakhir. Data pada 2023 lalu mendapat bahwa ada 30.856 penderita diabetes di Bali. Jumlah penderita itu naik 14.854 menjadi 45.710 orang pada 2024 kemarin.
Sementara pada 2025 berdasarkan hasil skrining gula darah yang dilakukan di setiap kabupaten/kota di Bali, menemukan puluhan remahan berusia 15-17 tahun terpapar diabetes melitus. Angka ini belum ditambahkan penderita diabetes dengan usia di atasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Bali, I Nyoman Gede Anom mengakui bahwa peningkatan angka penderita diabetes harus diwaspadai. Meski demikian, dia belum mengetahui secara pasti faktor penyebab remaja di Bali bisa mengidap diabetes.
Dia mengatakan, untuk mengetahuinya tentu harus berkoordinasi dengan yankes yang memberikan pelayanan kesehatan atau perawatan diabetes melitus pada anak dan ditelusuri atau dilakukan wawancara mendalam terkait berbagai faktor resiko yang ada.
"Ini harus dilakukan penelitian yang panjang terkait pola hidup, faktor keturunan, pola makan, riwayat penyakit, dan lain-lain," katanya.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 11,7%. Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi sebesar 10,5%, atau sekitar 27,7 juta orang. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengonfirmasi bahwa kasus diabetes pada anak meningkat pesat, bahkan hingga 70 kali lipat sejak tahun 2010 hingga 2023.
Padahal, salah satu cara mencegah diabetes adalah dengan meminum air putih. Mengutip laman Express, Dokter Deborah Lee dari Dr Fox Online Pharmacy mengatakan bahwa menambah asupan air putih bisa membawa manfaat bagi pengelolaan kadar gula darah.
"Minum lebih banyak air putih merupakan cara terbaik untuk membantu ginjal menurunkan kadar gula darah dan mencegah dehidrasi," katanya.
Sebuah penelitian lain di Inggris juga membuktikan kalau mengonsumsi air putih sekitar 1 liter per hari menurunkan risiko diabetes sebesar 28 persen. Studi memperlihatkan rendahnya asupan air putih berkaitan dengan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) yang dapat mengarah pada diabetes.
Sayangnya, pemerintah provinsi (pemprov) Bali telah mewacanakan pelarangan produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter melalui Surat Edaran Gubernur nomor 9 tahun 2025. Hal ini membuka peluang peningkatan penderita diabetes di Bali.
Masyarakat kemungkinan bakal lebih banyak megonsumsi minuman berpemanis lantaran air putih karena sulitnya mendapati AMDK berkualitas. Jika ini terjadi maka Bali akan menanggung beban ganda.
Bukan hanya dari sektor kesehatan seperti peningkatan penderita diabetes melitus hingga cuci darah tetapi juga lingkungan dari sampah kemasan plastik minuman berperisa atau mengandung gula tinggi.
Meroketnya pembelian minuman manis baik dalam botol maupun kemasan sachet akan meningkatkan sampah plastik. Apalagi sachet merupakan salah satu jenis plastik yang banyak di Bali dan tidak bisa dikelola karena tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Audit sampah yang dilakukan Sungai Watch 2025 mendapati bahwa 5,5 persen di Bali adalah plastik sachet. Data sensus Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) juga mendapati bahwa sachet mendominasi total 25.733 sampah plastik yang dikumpulkan
Koordinator Program Sensus Sampah Plastik BRUIN, Muhamad Kholid Basyaiban mempertanyakan SE nomor 9 tahun 2025 yang sama sekali tidak melarang produksi dan distribusi kemasan sachet. Dia mengaku heran pelarangan malah menyasar kemasan air yang sudah jelas memiliki ekonomi dan mudah didaur ulang.
Kholid mengatakan barang buangan sachet merupakan kategori limbah beresidu yang sangat sulit didaur ulang. Data brand audit BRUIN pada April 2024 lalu menemukan bahwa sampah dari kemasan sachet di Bali itu sangat dominan, di samping limbah unbranded seperti kresek dan styrofoam.
"Kalau ngomongin sachet waktu kami melakukan brand audit sampah di Bali itu juga dominan. Sampah-sampah ini nggak bisa didaur ulang juga. Mereka ini sampah-sampah residu," tegas Kholid.
Tokoh masyarakat Bali, Anak Agung Susruta Ngurah Putra, secara tegas menilai kebijakan ini justru menyasar pihak yang salah. Dia mengaku heran SE Gubernur Koster hanya menyasar botol AMDK yang memiliki nilai ekonomi dan menjadi tulang punggung industri daur ulang.
"Kalau memang berdasarkan data, harusnya sachet yang lebih dulu dilarang. Tapi kenapa yang dikorbankan botol plastik yang justru lebih mudah didaur ulang?" tanya Susruta
Di satu sisi, AA Susruta mendukung upaya pemprov Bali untuk menekan jumlah sampah tapi tidak dengan pelarangan produksi dan distribusi. Namun, politikus yang juga pengusaha ini menilai bahwa pelarangan itu hanya menjadi kebijakan simbolik yang tidak berbasis data lapangan.
"Jadi mari kita bergerak ke solusi yang lebih sistemik yakni mengelola bukan melarang dan memberdayakan bukan menghapus," katanya.
©Sonny/Tajuknews.com/tjk/06/2025.