|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
Jejak Cakap Digital & Jejak Kreasi

Pegiat Bank Sampah di Bali Akui Kaget Saat Gubernur Tiba-tiba Keluarkan Aturan Pelarangan AMDK di Bawah 1 Liter

 

Lapak pemulung barang sedang memilah sampah plastik, Sedikitnya ada 18 jenis sampah dan ada 6 jenis sampah plastik. Dari enam jenis sampah plastik tersebut, justru kemasan botol  yang memiliki nilai ekonomi, tetapi justru ini yang dilarang. Denpasar, 30/09/2025. Erika, pegiat bank sampah induk Sarana Gathi yang berlokasi di Denpasar, Bali, menuturkan sama sekali tidak dilibatkan terkait Surat Edaran Gubernur Bali I Wayan Koster Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang salah satu klausulnya melarang produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah 1 liter. @Sonny/Tajuknews.com/tjk/09/2025.

TAJUKNEWS.COM/ Denpasar. - Banyak kalangan menilai pelarangan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah 1 liter tidak menyasar akar persoalan sampah di Bali. Sedikitnya ada 18 jenis sampah dan ada 6 jenis sampah plastik. Dari enam jenis sampah plastik tersebut, justru kemasan botol  yang memiliki nilai ekonomi, tetapi justru ini yang dilarang. Sedangkan sampah plastik lain seperti kemasan sachet atau kemasan plastik kebutuhan rumah tangga yang tidak memiliki nilai justru tidak dilarang. Padahal menurut penelitian, persentasenya di atas sampah kemasan botol. 


Pegiat bank sampah di Bali berpendapat pelarangan ini pasti akan berdampak pada perekonomian masyarakat lokal yang sangat terbantu dengan adanya kemasan itu.


Erika, pegiat bank sampah induk Sarana Gathi yang berlokasi di Denpasar, Bali, menuturkan sama sekali tidak dilibatkan terkait Surat Edaran Gubernur Bali I Wayan Koster Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang salah satu klausulnya melarang produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah 1 liter. Tapi anehnya, menurut dia, semua pengelola bank sampah baru diundang hadir saat SE itu tiba-tiba akan diresmikan. “Saya sendiri waktu peresmian penetapan peraturan itu hadir, komunitas-komunitas juga hadir. Namun, kami tidak pernah dimintai masukan sama sekali terkait aturan tersebut,” ujarnya. 


Dia mengutarakan para pengelola bank sampah yang ada di Bali sebenarnya tidak masalah dengan SE tersebut, karena tujuannya adalah untuk pengurangan sampah plastik sekali pakai. Tapi, menurutnya, untuk jenis kemasan yang masih memiliki nilai ekonomi di masyarakat seperti AMDK di bawah 1 liter itu sebaiknya tidak dilakukan pelarangan. “Kami dari bank sampah tidak masalah SE tersebut karena tujuannya adalah pengurangan sampah sekali pakai yang beredar. Tetapi, jika masih ada nilai ekonominya seperti sampah AMDK di bawah satu liter itu, sebenarnya kita masih bisa bantu untuk olah atau recycle untuk mengembalikan lagi ke pusatnya atau produsen,” katanya.


Apalagi, dia mengatakan masyarakat sangat terbantu dari segi ekonomi dengan adanya sampah plastik yang bernilai ekonomi seperti dari bekas air minum kemasan di bawah 1 liter yang dilarang peredarannya oleh Pemprov Bali. Di bank sampah yang dikelolanya ini, dia mengaku bisa mempekerjakan masyarakat lokal sebagai pegawai untuk memilah sampah. Selain itu, menurutnya, banyak juga masyarakat yang merasakan manfaat circular economy dari sampah-sampah bekas air minum kemasan gelas dan botol plastik itu. “Sampah plastik jenis ini harganya paling tinggi dari jenis sampah lainnya, sehingga masyarakat pun lebih tertarik untuk mengumpulkannya ketimbang sampah plastik lainnya yang harganya jauh lebih murah,” ucapnya.


Dia menuturkan sejak berdiri pada 2012 lalu, Bank Sampah Induk Sarana Gathi telah memiliki 300-an nasabah dan lebih dari 20 unit binaan bank sampah. Menurutnya, masyarakat bisa mengumpulkan tabungan hingga Rp 2 juta lebih dari menjual sampah plastik bekas gelas dan botol AMDK di bank sampah yang dikelolanya ini. Lanjutnya, itu sangat membantu untuk meringankan beban ekonomi keluarga masyarakat di Bali, salah satunya untuk biaya sekolah anak-anak mereka. “Prinsipnya seperti kita menabung di bank. Sampah-sampah plastik itu dibawa ke sini dengan keadaan bersih dan kering, lalu kita timbang sesuai harga masing-masing dan dibukukan dalam buku tabungan nasabah. Dan rata-rata, tabungannya itu diambil sebelum Galungan,” tukasnya.


Sebetulnya, menurut dia, yang perlu dilakukan Pemprov untuk mengatasi persoalan sampah di Bali adalah memaksimalkan edukasi terhadap masyarakat mengenai  pentingnya pengelolaan sampah dengan baik, dan bukan pelarangan terhadap AMDK di bawah 1 liter. “Di Bali ini sebetulnya edukasi-edukasi mengenai pengelolaan sampah dari para NGO atau dari yang lainnya banyak sekali. Namun, masyarakatnya yang belum maksimal, dan itulah yang seharusnya perlu dibenahi Pemprov. Karena, setiap saya sosialisasi itu, masyarakat yang respon sedikit sekali, hanya sekitar 30 persen saja,” ucapnya. 


Hal senada juga disampaikan pegiat bank sampah dari Yayasan Bali Wastu Lestari yang juga berlokasi di Denpasar, Ni Wayan Riawati. Dia menyampaikan para pegiat bank sampah tidak dilibatkan saat penyusunan SE Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang salah satu klausulnya melarang produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di bawah 1 liter. “Pegiat bank sampah tidak terlalu dilibatkan. Padahal, Dinas Lingkungan Hidup Pemprov kan ikut mengayomi para pegiat bank sampah yang ada di Bali. Harusnya kami ikut juga dilibatkan saat pembuatan SE itu,” tukasnya.


Dia juga mengatakan kaget dengan keluarnya SE Gubernur Bali yang melarang produk AMDK di bawah 1 liter secara tiba-tiba. Dia melihat pelarangan terhadap produk AMDK di bawah 1 liter itu justru melawan hukum pasar persaingan usaha. Lanjutnya, kalau yang berindikasi kepada pasar dilarang, itu pasti akan gagal karena melawan hukum permintaan dan penawaran. Apalagi, katanya, Indonesia tidak memperbolehkan sistem monopoli usaha. “Jadi, kalau hanya Bali yang menggerakkan itu, kita berhadapan dengan pasar bebas. Apalagi yang namanya surat edaran itu nggak punya kekuatan hukum, bagaimana mau menegakkan,” cetusnya. 


Jadi, menurutnya, yang harus digencarkan itu adalah edukasi kepada masyarakat mengenai bagaimana cara mengelola sampah yang baik. “Sebab, kalau masyarakat mengerti, mereka pasti akan berusaha dengan segala dayanya untuk mulai dari diri sendiri aja dulu baru ngajak keluarga,” katanya. 


Karena, dia menuturkan di 9 kota/kabupaten yang menjadi jaringan Bali Wastu Lestari, yang baru sadar untuk mengelola sampah dengan baik itu hanya sekitar 1 persen  dibandingkan proporsi penduduk Bali. “Jadi, 99 persennya perlu diedukasi terus,” ungkapnya. 


Dia juga menegaskan bahwa permasalah sampah di Bali itu bukan di sampah plastiknya, apalagi sampah plastik AMDK di bawah 1 liter yang dijadikan kambing-hitam. “Kunci penyelesaian sampah di Bali itu adalah terkait tata kelola sampah atau manajemen pengelolaan sampahnya. Artinya, ini perlu ditata keseluruhan, tidak hanya ngomongin kemasan botol dan gelas plastik saja,” tandasnya.


@Sonny/Tajuknews.com/tjk/09/2025.

Komentar

Berita Terkini