|

IKLAN BANNER

IKLAN BANNER
PEMILU 2024
Fakta Dibalik Insiden Pemukulan Hakim

lnsiden pemukulan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang perdata yang melibatkan pengacara Desrizal, SH dipicu oleh akumulasi kekecewaan pengacara Tomy Winata itu terhadap Majelis Hakim, karena memutus perkara beltentangan dengan bukti-bukti otentik dalam persidangan.

Peristiwa itu terjadi pada 18 Juli 2019. saat Majelis Hakim Perkara No. 223/2018 membacakan putusan yang menolak gugatan wan prestasi yang diajukan pengusaha Tomy Winata terhadap PT Geria Wijaya Prestige (GWP).

Kasus utang piutang itu sendiri berawal ketika GWP berencana membangun Hotel Kuta Paradise di Bali, dengan meminjam uang dari tujuh bank, yaitu : PT. Bank PDFCI sebesar USD 5,000,000 (lima juta Dollar Amerika Serikat), PT. Bank Rama, PT. Bank Dharmala, PT. Bank Indonesian Investments International, PT. Bank Finoonesia, PT. Bank Arta Niaga Kencana dan PT. Bank Multicor masing-masing sebesar USD 2.000.000 (dua juta Dollar Amerika Serikat). Pinjaman tersebut dituangkan dalam Akta Perjanjian Pemberian Kredit No. 8 Tanggal 28 November 1995.

Ketika tetjadi krisis moneter 1998, Bank Indonesia menyerahkan PT. Bank PDFCI, PT. Bank Rama, dan PT. Bank Dharmala kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN kemudian mengambilalih piutang yang dimiliki ketiga bank tersebut terhadap GWP.

Keempat bank lainnya, yaitu PT. Bank Indonesian Investments International, PT. Bank Finoonesia, PT. Bank Arta Niaga Kencana dan PT. Bank Multicor dinyatakan sehat, sehingga hak tagihnya tidak beralih ke BPPN. Antara BPPN dengan keempat bank ini, kemudian membuat Kesepakatan Bersama yang mengatur pemberian wewenang dari bank-bank tersebut kepada BPPN, terbatas untuk mengurus penyelesaian piutang dengan cara melakukan penagihan. Meskipun BPPN telah menerbitkan Surat Peringatan dan Surat Paksa. PT. GWP tidak pemah membayar hutangnya

BPPN mengalihkan piutang yang semula dimiliki oleh PT. Bank PDFCI, PT. Bank Rama dan PT. Bank Dharmala kepada PT. Millenium Atlantic Securities (PT MAS). PT MAS kemudian mengalihkan ketiga piutang tersebut kepada F ireworks Ventures Limited.

Pada perkembangannya, piutang-piutang dari keempat bank tersebut ahimya dialihkanl dijua1 hak tagihnya secara langsung kepada masing-masing: PT. Bank Indonesian Investments International kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Dan Lelang Negara Jakarta IV. PT. Bank Finconesia kepada Alfort Capital Limited. PT. Bank Ana Niaga Kencana kepada Gaston Invesments Limited, dan PT. Bank Multicor kepada Tomy VVInata.

Anehnya. Kesepakatan Bersama itu disimpulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bukti bahwa seolah-olah keempat bank itu telah mengalihkan hak tagihnya kepada BPPN, dan kemudian BPPN mengalihkan seluruh piutang


Fakta Dibalik Insiden Pemukulan Hakim

lnsiden pemukulan hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang perdata yang melibatkan pengacara Desrizal, SH dipicu oleh akumulasi kekecewaan pengacara Tomy Winata itu terhadap Majelis Hakim, karena memutus perkara beltentangan dengan bukti-bukti otentik dalam persidangan.

Peristiwa itu terjadi pada 18 Juli 2019. saat Majelis Hakim Perkara No. 223/2018 membacakan putusan yang menolak gugatan wan prestasi yang diajukan pengusaha Tomy Winata terhadap PT Geria Wijaya Prestige (GWP).

Kasus utang piutang itu sendiri berawal ketika GWP berencana membangun Hotel Kuta Paradise di Bali, dengan meminjam uang dari tujuh bank, yaitu : PT. Bank PDFCI sebesar USD 5,000,000 (lima juta Dollar Amerika Serikat), PT. Bank Rama, PT. Bank Dharmala, PT. Bank Indonesian Investments International, PT. Bank Finoonesia, PT. Bank Arta Niaga Kencana dan PT. Bank Multicor masing-masing sebesar USD 2.000.000 (dua juta Dollar Amerika Serikat). Pinjaman tersebut dituangkan dalam Akta Perjanjian Pemberian Kredit No. 8 Tanggal 28 November 1995.

Ketika tetjadi krisis moneter 1998, Bank Indonesia menyerahkan PT. Bank PDFCI, PT. Bank Rama, dan PT. Bank Dharmala kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BPPN kemudian mengambilalih piutang yang dimiliki ketiga bank tersebut terhadap GWP.

Keempat bank lainnya, yaitu PT. Bank Indonesian Investments International, PT. Bank Finoonesia, PT. Bank Arta Niaga Kencana dan PT. Bank Multicor dinyatakan sehat, sehingga hak tagihnya tidak beralih ke BPPN. Antara BPPN dengan keempat bank ini, kemudian membuat Kesepakatan Bersama yang mengatur pemberian wewenang dari bank-bank tersebut kepada BPPN, terbatas untuk mengurus penyelesaian piutang dengan cara melakukan penagihan. Meskipun BPPN telah menerbitkan Surat Peringatan dan Surat Paksa. PT. GWP tidak pemah membayar hutangnya

BPPN mengalihkan piutang yang semula dimiliki oleh PT. Bank PDFCI, PT. Bank Rama dan PT. Bank Dharmala kepada PT. Millenium Atlantic Securities (PT MAS). PT MAS kemudian mengalihkan ketiga piutang tersebut kepada F ireworks Ventures Limited.

Pada perkembangannya, piutang-piutang dari keempat bank tersebut ahimya dialihkanl dijua1 hak tagihnya secara langsung kepada masing-masing: PT. Bank Indonesian Investments International kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Dan Lelang Negara Jakarta IV. PT. Bank Finconesia kepada Alfort Capital Limited. PT. Bank Ana Niaga Kencana kepada Gaston Invesments Limited, dan PT. Bank Multicor kepada Tomy VVInata.

Anehnya. Kesepakatan Bersama itu disimpulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bukti bahwa seolah-olah keempat bank itu telah mengalihkan hak tagihnya kepada BPPN, dan kemudian BPPN mengalihkan seluruh piutang

terhadap PT. GWP kepada PT. Millenium Atlantic Securities (PT. MAS), sehingga gugatan wan prestasi yang dilayangkan Tomy Winata terhadap GWP ditolak. Padahal di dalam Kesepakatan Bersama itu, sama sekali tidak terdapat kata alih, pengalihan atau mengalihkan, jual atau menjual.

Namun faktanya. di dalam putusan, Majelis Hakim mengubah penagihan menjadi pengalihan, dan mengabaikan dua bukti penting berupa putusan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap yang merupakan Produk dari Pengadilan negeri Jakarta Pusat sendiri terkait permasalahan pemberian kredit berdasarkan Akta Perjanjian Pemberi Kredit No. 8 Tanggal 28 November 1995, yaitu dimenangkannya gugatan PT. Bank Agris (d/h PT. Bank Finconesia), dan dinyatakannya GWP wan prestasi dan dihukum membayar kerugian materiil kepada PT. Bank Agris sebesar USD 20,389,661.26 (dua puluh juta tiga ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus enam puluh satu Dollar Amerika Serikat dua puluh enam sen), dan putusan gugatan Gaston Invesments Limited yang menyatakan bahwa GWP dan para penjamin hutangnya wan prestasi, dan menghukum untuk membayar hutang, berikut bunga, dan denda kepada Gaston Invesments Limited sebesar USD 20,389,661,26 (dua puluh juta tiga ratus delapan puluh sembilan ribu enam ratus enam puluh satu dollar Amerika dua puluh enam sen). Gaston Invesments Limited merupakan pemegang piutang yang berasal dari PT. Bank Artha Niaga Kencana.

Jadi dengan mendasarkan kepada akta perjanjian pemberian kredit tersebut adav2 gugatan yang telah dikabulkan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap , sementara gugatan yang diajukan oleh Tony Winata belakangan atas hal yang sama dengan dua putusan itu ditolak oleh pengadilan yang sama.

Bukti-bukti  dalam persidangan inilah yang di abaikan dan tidak dijadikan dasar pertimbangan oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat . Yang membuat Desrizal, SH merasa dizalimi sehingga berujung pada insiden pemukulan.

Komentar

Berita Terkini